KPK, LSM, DPR dan ibu Rumah Tangga
Sewaktu duduk di bangku SD, aku masih ingat sering sekali mendengar peribahasa, berani karena benar takut karena salah. Artinya: melakukan suatu tindakan karena merasa berada di pihak yang benar. Ungkapan ini biasanya diperkuat dengan kalimat berikutnya: maju terus pantang mundur, maju tak gentar.
Apakah anda setuju seratus persen akan ungkapan ini?
Aku juga masih ingat, dulu ketika masih menjadi murid kelas tiga SD, ketika ada murid yang melaporkan kehilangan sesuatu maka guru akan menggeledah satu-persatu tas setiap anak yang ada di kelas. Aku masih ingat, sebelum guru sampai ditempatku duduk, aku gugup setengah-mati padahal sungguh mati, aku tidak pernah punya kosa kata mencuri atau berniat mencuri dan terbukti...Akhirnya barang yang hilang sudah ditemukan dan aku bersih. Tapi kenapa aku sempat gugup ya?
Karena oh karena...Ada sedikit catatan dalam simpuls-simpuls otakku yang tidak mudah dihapus. Dari pengalaman sebelumnya dimana seorang teman mengatakan bahwa dia tidak mengambil barang hilang yang ditemukan dalam tasnya, tapi ada anak lain yang memasukkan barang tersebut ke dalam tasnya. Istilah dalam perpolitikan sekarang, dia dijebak (whew...)
Dari pengalaman masa kecil yang sedikit itu mengajarkan padaku bahwa kebenaran tidak selalu dapat dibuktikan dengan cara-cara yang kita inginkan. Kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Begitu juga dengan kesalahan...
Hampir setiap hari kita membaca berita tentang penangkapan, si A ditangkap karena pembunuhan, si B ditangkap karena penculikan, si C ditangkap karena pembegalan, si D ditangkap karena tuduhan yang bisa membuat seseorang kehilangan nafsu makan selamanya. Are you a terrorist...! atau si E yang dituduh korupsi de-el-el.
Apakah kita harus khawatir?
Bukankah kita warga negara baik-baik, tidak membunuh, tidak menculik, tidak membegal, tidak korupsi atau jadi teroris? Haruskah kita takut?
Ketika mendengar khabar si Siti (mantan asisten RTku yang pertama) mengalami KDRT oleh suami pilihannya yang tidak pernah kurestui...Badanku jadi panas-dingin. Sebagai ibu RT dengan anak yang masih kecil, aku memilih tidak melakukan tindakan apa-apa, hanya berharap dan berdoa saja semoga si Siti bisa melepaskan diri dan balik lagi kerja. Sebenarnya pernah terlintas untuk melaporkan suami bengal itu ke polisi, tapi kemauan tidak sesederhana keinginan. Pikiranku bermain bagaimana kalau begini... Bagaimana kalau begitu...Alhasil, masih seputar doa dan harapan. Saat inipun, ketika si Timah asisten RTku cerita tetangganya yang kena KDRT, aku juga masih memilih untuk menahan diri...Mengapa?
Itsnt my business. Mungkin banyak yang memilih sepertiku, menahan diri dengan menyimpan rasa bersalah. Benarkah? Bagaimana dengan kepedulian sosial? Bagaimana dengan simpati dan empati? Bagaimana dengan amal ma'ruf nahi munkar?
Ketika aku mulai familiar membaca tiga huruf, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam berita sehari-hari, diam-diam aku jadi kagum. Mereka yang berada di LSM adalah mereka yang mau memperjuangkan sesuatu dimana kebanyakan orang berusaha menahan diri atau mengabaikannya.
Berjalannya waktu ketika Indonesia Raya memasuki era keterbukaan, tiga huruf yang kedua, DPR mulai familiar di telinga. Berita tentang aksi dan reaksi para anggota DPR semakin rame menghias surat kabar, tv, internet bahkan tak luput dari obrolan para ibu RT. Sepertinya pada era inilah para anggota DPR memasuki masa keemasannya. Ya iyalah mestinya begitu, khan mereka wakil rakyat. So menjadi anggota DPR adalah posisi terhormat dalam masyarakat karena mereka berjuang mewakili rakyat terutama rakyat kecil. Kiprah mereka juga sangat mengagumkan bila kita lihat acara debat live di Tv.
Tiga huruf ketiga yang sangat favorite adalah KPK. Siapa yang tidak mengenal KPK, lembaga negara yang sekarang lagi di"invisible"kan? Kiprahnya yang fenomenal banyak menuai simpati masyarakat yang merasa mempunyai satu tujuan, Indonesia yang lebih bersih (kalau benar-benar clear mustahillah).
Kembali ke topik awal, berani karena benar, maju terus pantang mundur. Bisakah seperti itu?
Apakah kita harus khawatir?
Bukankah kita warga negara baik-baik, tidak membunuh, tidak menculik, tidak membegal, tidak korupsi atau jadi teroris? Haruskah kita takut?
Ketika mendengar khabar si Siti (mantan asisten RTku yang pertama) mengalami KDRT oleh suami pilihannya yang tidak pernah kurestui...Badanku jadi panas-dingin. Sebagai ibu RT dengan anak yang masih kecil, aku memilih tidak melakukan tindakan apa-apa, hanya berharap dan berdoa saja semoga si Siti bisa melepaskan diri dan balik lagi kerja. Sebenarnya pernah terlintas untuk melaporkan suami bengal itu ke polisi, tapi kemauan tidak sesederhana keinginan. Pikiranku bermain bagaimana kalau begini... Bagaimana kalau begitu...Alhasil, masih seputar doa dan harapan. Saat inipun, ketika si Timah asisten RTku cerita tetangganya yang kena KDRT, aku juga masih memilih untuk menahan diri...Mengapa?
Itsnt my business. Mungkin banyak yang memilih sepertiku, menahan diri dengan menyimpan rasa bersalah. Benarkah? Bagaimana dengan kepedulian sosial? Bagaimana dengan simpati dan empati? Bagaimana dengan amal ma'ruf nahi munkar?
Ketika aku mulai familiar membaca tiga huruf, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam berita sehari-hari, diam-diam aku jadi kagum. Mereka yang berada di LSM adalah mereka yang mau memperjuangkan sesuatu dimana kebanyakan orang berusaha menahan diri atau mengabaikannya.
Berjalannya waktu ketika Indonesia Raya memasuki era keterbukaan, tiga huruf yang kedua, DPR mulai familiar di telinga. Berita tentang aksi dan reaksi para anggota DPR semakin rame menghias surat kabar, tv, internet bahkan tak luput dari obrolan para ibu RT. Sepertinya pada era inilah para anggota DPR memasuki masa keemasannya. Ya iyalah mestinya begitu, khan mereka wakil rakyat. So menjadi anggota DPR adalah posisi terhormat dalam masyarakat karena mereka berjuang mewakili rakyat terutama rakyat kecil. Kiprah mereka juga sangat mengagumkan bila kita lihat acara debat live di Tv.
Tiga huruf ketiga yang sangat favorite adalah KPK. Siapa yang tidak mengenal KPK, lembaga negara yang sekarang lagi di"invisible"kan? Kiprahnya yang fenomenal banyak menuai simpati masyarakat yang merasa mempunyai satu tujuan, Indonesia yang lebih bersih (kalau benar-benar clear mustahillah).
Kembali ke topik awal, berani karena benar, maju terus pantang mundur. Bisakah seperti itu?
Saat ngopi-ngopi cantik, kita saling bertukar cerita, ada cerita gembira, sedih, lucu semua bercampur seperti permen nano-nano. Dari cerita bergenre mengambang menuju cerita bergenre serius tentang banyaknya dokter yang berhadapan dengan tuntutan. Mungkin karena kesalahan medis, salah prosedur tindakan atau salah bersikap. Entahlah…Begitu juga dengan kesalahan non medis, seperti dokter-dokter yang menduduki jabatan struktural sebagaia kepala bagian, kepala departemen atau kepala RS. Kasus bergulir bak bola panas dan bersinggungan dengan tiga huruf cantik diatas yang bak pisau bermata dua. Disatu sisi, dapat menjadi sumber harapan disisi yang lain dapat menjadi lorong kegelapan.
Bukankah tidak ada dokter yang berniat mencelakakan pasiennya?
Kalimat sakti itu sudah seperti barang antik yang tidak lagi terpakai. Mungkin karena pergeseran jaman menuntut kesaktian yang berbeda, perubahan paradigma berpikir atau sebab-sebab lain yang belum ditemukan. Musibah bisa menimpa siapa saja, datang dari segala arah dan dalam bentuk yang tidak disangka-sangka. Itu sebabnya bukan sesuatu yang ganjil jika ada tersangka korupsi, tersangka penyalahgunaan wewenang atau tersangka malpraktik yang mendapat dukungan moril dari koleganya (adanya dukungan tidak berarti berupaya mengaburkan hasil persidangan, lebih merupakan ungkapan turut bersimpati atas musibah yang menimpa teman, sdr, aatau kolega) Hal ini tentu berbeda dan tidak berlaku bagi tersangka pencurian, tersangka rudapaksa atau tersangka KDRT. Mengapa?
Kasus yang pertama biasanya adalah kasus yang masih mengambang (rumit), kasus yang bercelah, kasus yang melibatkan beberapa pihak, yang invisible maupun yang visible. Ada banyak dugaan dan skenario disana. Salah satunya seperti yang dengan apik ditunjukkan dalam drama korea, berjudul; PUNCH sinopsisnya bisa googling sendiri ya) Sementara kasus yang kedua biasanya lebih sederhana, lebih jelas buktinya dengan dengan pelaku tunggal yang berwujud nyata.
Jadi apakah kita tidak perlu khawatir? Berani karena benar, maju terus pantang mundur?
Khawatir adalah sebuah bentuk pertahanan diri untuk waspada. Sikap berhati-hati tentu saja sangat diperlukan dalam hidup di era glasnost dan perestroika.
Lantas apa hubungannya KPK, DPR dan LSM dengan ibu RT? Bila kita ibu RT yang lebih memungkinkan bersentuhan dengan ketiga huruf cantik itu adalah para suami kita.
TOBE CONTINUE