Seandainya saja saya jadi First lady...
Ilustrasi Sakitnya bersalin!
Tubuh manusia hanya bisa tahan sampai 45 del (unit) rasa sakit. Tapi saat seorang ibu melahirkan, tubuhnya merasakan sampai 57 del (unit) rasa sakit. Ini sama dengan merasakan ada 20 tulang yang patah disaat bersamaan. Subhanallah...!!!
Duh...Ketika membaca berita-berita tentang pelecehan perempuan, mulai dari camat, bupati walikota, kdrt artis, pemerkosaan de-el-el...saya jadi gak tahan pengin nulis ini. Terutama ditujukan yang menjadi pejabat publik.
Seandainya saja... seandainya saja, saya adalah first lady (istri dari pejabat publik tapi tidak mengurangi rasa syukur saya meski suami saya bukan pejabat publik) saya akan mengawal sendiri proses pengadilan untuk menghukum para pecundang seperti ini. Seorang pejabat publik seharusnya adalah seorang pemimpin, seorang yang punya kapabilitas untuk mempunyai pengikut. Dan pastilah harus orang baik-baik yang terpilih. Jika ada pejabat publik yang karena secuil jabatannya menyebabkan dia sewenang-wenang terhadap makhluk hidup terutama yang berjenis kelamin perempuan, harusnya orang seperti ini langsung mendapatkan hukuman awalnya, yaitu: dicopot dari jabatannya atau dikebiri kekuasaannya biar dia punya waktu untuk merenung. Didunia yang beradab ini sudah tidak ada lagi tempat bagi orang yang sewenang-wenang terhadap perempuan yang notabene pembuat peradaban.
Itu bupati, walikota, mentri de-el-el khan lahir dari rahim seorang ibu...?
Sadar-gak sih mereka itu kalau melahirkan itu mempertaruhkan nyawa...? Terus kira-kira apa ada ibu didunia ini yang rela anaknya dilecehkan seperti itu?
Pastinya jangan heran kalau tindakan sewenang-wenang terhadap perempuan akan memicu gelombang protes dari ratusaan, ribuan atau bahkan jutaan perempuan. Gerakan ini harusnya selalu ada manakala kasus ketidakadilan terhadap perempuan mencuat. Alangkah baiknya disetiap surat kabar lokal tersedia kolom untuk melaporkan adanya ketdiakadilan terhadap perempuan. Dan setiap tingkatan first lady, mulai dari first lady lurah, camat, bupati de-el-el mengambil peran yang nyata untuk mendedikasikan perannya membela perempuan. Sebagai contoh yang baik, bukan lagi first lady tapi walikota surabaya, bu Risma mengambil tindakan nyata untuk memerangi traffcking diwilayahnya dan terbukti beliau terpilih sebagai walikota teladan. Siapapun dia, jika pemimpin itu menjaga harkat dan martabat perempuan, dia adalah pemimpin yang baik begitu juga sebaliknya. Ingatlah kebenaran akan menemukan jalannya sendiri jadi tidak perlu digembar-gemborkan.
So...
So...
Ada tugas moral untuk media karena media mempunyai kekuatan untuk menggalang opini dan melakukan tindakan nyata. Ini juga selaras dengan sebaris pepatah bijak yang mengatakan : Kejahatan terjadi ketika orang-orang baik berhenti bertindak. Menggalang opini untuk menggalang solidaritas adalah sebuah tindakan baik yang nyata untuk menghukum para pecundang...!
Ada tugas moral untuk para first lady:
Ada pepatah klasik yang sangat populer: disetiap kekuatan laki-laki selalu ada peran perempuan. Entah itu perempuan didalam lingkaran atau perempuan diluar lingkaran. Siapapun anda, jika anda memegang peran tersebut sebaiknya anda bersyukur dan wujudkanlah rasa syukur itu dengan berbuat baik terhadap sesama terlebih terhadap sesama perempuan. Bukannya salting, dengan pamer kekuatan sana-sini atau sibuk membantu menyanggah suatu perbuatan yang hanya pelaku, korban dan Tuhan yang tahu.
Perempuan...Oh perempuan...! Terkadang, kejahatan terhadap seorang perempuan terjadi karena didukung oleh seorang perempuan yang lain.
Sosok perempuan itu bisa invisible atau visible...! Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang dholim.
Note: tulisan ini pernah dimuat di rubrik Perempuan Bercerita Jawa pos, edisi: Januari 2013